Label

Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis hal blog ini

Jumat, 30 September 2011

P

Glosari (Daftar Istilah)


Package(v)mengemasi
Packaging.1.kemas.2.kemasan.3.perkemasan
Pale; lihat faded
Paradigma,  Cara pandang
Passe‑partout; lembidang
Pasteup(layout); atak tempel
Pekria, craftsman;

Pemiuhan, distortion;
Penerapan, application;
Pentagon; pancakona
Peranti,a ppliance;
Perceive9v)mencerap
Perception.1.cerapan.2.pencerapan
Perforation; tembuk;perforasi
Perspektif, ilam,atmospheric perspective;
Perunggu,bronze;1.2.perada
Photograph;foto
Photography;fotografi
Picture;gambar
Pigment;pigmen

Piuh,memiuhkan,distort(v);
Plan(v)merencanakan
Plan;.1.rencana.2.denah.
Plane; bidang
Plastic;.lentuk.2.plastik
Plasticity;kelenturan
Point; titik
Poligon,frekuensi,kekeraban segi banyak
Polish(v)mengupam
Potraiture;potret
Potter;panjunan
Present (v)menghidangkan;menyajikan
Presentation.1.sajian.2.penyajian
Priciple;asas;prinsip
Primari colour;warna pratama
Print(v)mencetak
Printing house;percetakan
Probability,kemungkinan
Profile;tampang
Proportion;kesebandingan
Prototype;purwakarya;prototipe
Publication.1.terbitan.2.penerbitan
Publihs(v)menerbitkan
Publihser;penerbit
Publihsing house; penerbit

Pemandangan (landscape) – yaitu suatu jenis lukisan, gambar, atau foto, atau jenis karya seni lainnya, yang menunjukkan keadaan alami atau pemandangan di luar rumah (out door scenes, seperti sungai, danau, pegunungan, atau pohon.


Pemotret, tukang foto (photographer)t- orang yang menggunakan teknik fotografi untuk menangkap santir/imaji optis pada permukaan peka cahaya. (pengertian konvensional). Sekarang karena banyak kamera digital, disebut pemotret saja, yaitu orang yang menangkap realita kepada imaji-imaji digital.
Perkakas, Alat (tools)- yaitu instrumen dan peralatan yang digunakan oleh para siswa untuk menciptakan dan belajar seni, seperti kuas, gunting, brayers, easel, tungku pengeringan, alat ukir/pahat dan kamera.
Persepsi (perception) – adalah sesuatu yang visual dan sensasi yang disadari, sebagai pembeda (discrimination) dan pengintegrasian kesan-kesan, kondisi-kondisi, hubungan-hubungan tentang objek, gambaran dan perasaan.
Perspektif (perspective)- yaitu sistem/cara/teknik untuk membentuk ilusi ruang tiga-dimensil pada bidang dua-dimensi.
Pokok materi (subject matter)- yaitu kategori/kategorisasi untuk mengidentifikasi tipe isi karya seni visual (type of content in visual works of art), seperti jenis lukisan abstrak, lukisan binatang, lanscape (lukisan pemandangan), lukisan genre (lukisan orang-orang dalam aktivitas sehari-hari), figuratif (lukisan ttg.orang), cityscapes (lukisan tentang kota), seascapes (lukisan ttg.laut), dan lain lain
Potret- gambaran dari wajah seseorang.
Proses (process)- yaitu suatu operasi kompleks yang menyertakan sejumlah metoda atau teknik, seperti proses additive/subtractive, proses pahatan, atau proses etching/intaglio dalam printmaking.

Indeks Pelaku Seni Indonesia (Indonesian Art & Artist)
PELANGI , Perkumpulan pelukis  sekitar tahun 1947‑1949 di Surakarta oleh  Sularko
PELUKIS RAKYAT, nama sanggar, yang didirikan di Yogyakarta dengan bekas anggota SIM, diantaranya adalah Affandi, Hendra, Soedarso, Sudiardjo, Trubus, Setjojoso, dan  Sasongko. Sedangkan anggota baru adalah : Kusnadi dan S.Kerton. Kemudian anggota muda seperti ; Rustamaji, Sumitro, Sujono, Saptoto dan C.J.Ali, kemudian Juski, Permadi, Liosta. Dan sesudah tahun 1950 seperti Tarmiji, Amrus Natalsja, Batara Lubis, Joni Trisno, dan Fadjar Sidik.  Pada tahun 1948, sanggar Pelukis Rakyat mengadakan pameran patung yang pertamanya, antara lain  ( dengan bahan tanah liat), kemudian oleh Hendra, Trubus, Rustamaji dengan bahan batu oleh Sudarso, Sumitro Sajono , di pendopo Wetan Museum Sono Budoyo . Perkumpulan ini juga mengadalkan latihan menggambar anak‑anak. Perkumpulan pelukis SIM dan pelukis Rakyat mengadakan pameran pertama bersama tahun 1948.Pelibatan seni lukis dengan politik dimasa perjuangan itu dilanjutkan oleh SIM dan Pelukis Rakyat, sesudah 1950, dengan kecendrungan yang kuat kepada Ideologi komunisme. Pelukis‑pelukis yang menghendaki seni lukis bebas dari politik, memisahkan diri. Oesman Effendi dan Zaini sudah pada tahun 1949 meninggalkan SIM dan menggabungkan diri dalam Gabungan Pelukis Indonesia (GPI) yang didirikan Sutikna dan Affandi di Jakarta pada tahun 1948. Pada tahun 1950 Kusnadi, Sumitro, Sasongko keluar dari Pelukis Rakyat dan membentuk Pelukis Indonesia, dengan anggotanya antara lain Sholihin dan Bagong Kussudiardjo. Berbeda dengan SIM yang sesudah tahun 1950 semakin lesu, Pelukis Rakyat semakin berkembang. Perkumpulan ini mempunyai banyak hubungan yang rapat dengan banyak tokoh pemerintahan, sehingga banyak pesanan lukisan , patung dan relief untuk gedung‑gedung pemerintahan yang datang kepada Pelukis Rakyat. Perkumpulan ini juga mempunyai hubungan yang erat dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang didirikan tahun 1950 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), sebuah partai yang semakin kuat dan luas pengaruhnya di Indonesia selama masa 1950‑1965.
PERKUMPULAN PELUKIS "Masa Pendirian Sanggar "(1945‑1950) , perkumpulan sanggar  banyak muncul sebelum tahun 1950, disamping menjadi tempat para pelukis bekerja dan bertukar pikiran, juga menjadi tempat melatih para pelukis muda. Diantaranya di Jakarta, Bandung, Surakarta, Madiun,Malang, Surabaya, Yogyakarta,  Bukittinggi, Medan, Ujung pandang, Malang dsb. Bimbingan dalam sanggar biasanya dituntun oleh masing‑masing ketua perkumpulan baik dalam arti estetis maupun dalam arti cita‑cita sanggar. Bimbingan ini biasanya dibantu oleh beberapa orang yang diangap ahli oleh ketua sanggar dalam memeriksa latihan maupun dalam menggambar model yang disediakan. Oleh karena sukarnya memperoleh bahan dan alat menggambar, sebagian cat minyak dilukiskan di atas kerta selain di atas kanvas buatan sendiri. Cat minyak dibagikan ke anggota dengan cara memasukkannya kedalam gelas berisi air. Sedangkan kanvas dibuat  sendiri dengan kain belacu yang dikanji sebagai perekat. Hasilnya adalah bahwa lukisan‑lukisan periode  ini banyak lukisan yang dihasilkan dengan warna yang seadanya.Karya‑karya waktu itu banyak memperlihatkan situasi yang prihatin dan sulit, terutama sekali yang menggambarkan perang gerilya. Objek lukisan alam benda jarang di lukiskan. Objek lukisan juga banyak sekitar potret diri karena  diwajibkan untuk menggambar diri sendiri dan tidak perlunya lagi untuk menyewa model. Selain melukis potret istri pelukis sering menjadi model . Sketsa dengan tinta Cina , karya aquarel dan pastel banyak dilahirkan sebagai pengembangan studi maupun sebagai karya bebas ( Kartono Yudhokusumo, Zaini, Kusnadi, Sasongko, dan Sjolihin) . Gaya seni lukis pada waktu iru sekitar Realisme, impresionisme, ekspresionisme atau corak dekoratif khas indonesia (lihat  dekoratif). Beberapa tokoh pada waktu itu adalah Hendra, Zaini,  Sudarso,  dan Rusli.
PERSAGI, (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) didirikan pada tanggal 23 okteber 1938, yang diketuai oleh Agus Djaja dan sekretarisnya Sujoyono, di Jakarta. Perkumpulan yang merintis kesatuan pelukis‑pelukis Indonesia untuk bekerjasama guna melahirkan "corak persatuan Nasional" , hanya berdiri 4 tahun saja, yakni sampai dengan 1942, sebagai tahun berakhirnya pemerintahan jajahan Hindia Belanda. Dalam kegiatannya selama empat tahun, perkumpulan ini menarik berkumpul kurang lebih tiga puluh orang pelukis. PERSAGI anggotanya antara lain Sudjojono,  Abdul Salam, Sumitro, Sudibio, G.A.Sukirno, Suromo, Surono, Setioso, Sudiardjo, S.Tutur, Oton Laksana, Suaeb Sastradiwirdja, Ateng Rusyan, Saptarita,  Herbert Hutagalung, Syoeib, Emiria Sunasa dan lain‑lain. Perkumpulan PERSAGI ini, berhasil mengadakan pameran pertama tahun 1940 dalam gedung Kolff Jakarta, yang mendapat sambutan baik dari kalangan pers. Setahun kemudian berpameran kembali dalam pameran ini di selenggarakan  dalam gedung Bataviaashe Kunstring, sebagai tempat yang sebelumnya semata‑mata memperkenalkan karya‑karya pelukis asing dan Belanda. PERSAGI, Konsep berkesenian : kelompok ini menganggap seni lukis " akademis" (seperti sebutan mereka terhadap seni lukis yang berkembang disekeliling mereka) yang di tolaknya, dan  mereka sepakat untuk membuat " akademi" sendiri dengan cara berlatih di rumah masing‑masing dan bersama‑sama.  Sikap baru PERSAGI menganggap bahwa karya seni sebagai budaya suatu bangsa, ingin menghentikan  anggapan bahwa kegiatan melukis hanya sebagai kegiatan teknis belaka, tanpa memerlukan pandangan hidup dan visi seni yang lebih luas dan dalam. Pandangan demikian menurut PERSAGI adalah pandangan mashab Hindia Molek, sebagai dasar berkarya  pelukis asing dan belanda di Indonesia, maupun pelukis Indonesia yang sealiran. Karya‑karya lukisan mereka menurut PERSAGI , lebih bersifat rutin dan kurang sekali mencerminkan ekspresi dan sikap hidup yang berkepribadian mantab. Maka PERSAGI berketetapan untuk mengkaitkan kegiatan kesenian, khususnya seni lukis dengan prinsip berolah seni yang sebenarnya kreatip. Mereka sebenarnya berontak terhadap keadaan penjajahan yang menciptakan lingkungan kesenian, semata‑mata tersedia bagi orang Belanda saja, dan menghalangi seniman Indonesia muncul dan terkenal, mereka sepakat untuk menerobosnya dan memperlihatkan pada dunia bahwa orang‑orang Indonesia pun bisa melukis dan mampu menciptakan kesenian sendiri yang baru " corak persatuan Indonesia baru" oleh kemampuan bicara  dan menulis, menjadi penggerak dan juru bicara PERSAGI. Untuk kemajuan para anggota PERSAGI , diadakan latihan melukis bersama dan mendiskusikan hasil‑hasilnya. Guna memperluas pengetahuan seni , dipelajari perkembangan seni lukis Eropa, mulai dari kaum impresionis dan ekspresionis sampai karya Picasso dan juga sederetan tokoh seni Eropah dari majalah‑majalah seni seperti Elevier dan Studio pada masa itu.


PIM, Pelukis Indonesia Muda ,perkumpulan pelukis  Di Yogyakarta tahun 1952, yang terdiri dari mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia didirikan oleh  Widayat, dan  G.Sidharta.

PITA MAHA, perkumpulan seni, didirikan bersama oleh  Cokorde Gede Agung Sukawati , pelukis Walter Spies dan Rudolf Bonnet , pada tahun 1935 dengan daerah Ubud sebagai pusatnya. Lewat badan Pita Maha ini Bonnet  berusaha membimbing pelukis Bali setempat yang tertarik belajar kepadanya. R.Bonnet berhasil memasukkan pandangan barunya, supaya penguasaan anatomis‑realistis dengan komposisi yang disederhanakan dapat membantu lahirnya pembaruan bagi seni lukis Bali yang umumnya bercorak dekoratif dalam tradisinya. Kedua unsur baru tersebut, anatomi dan komposisi telah menjadi perhatian.
POETERA , Pusat Tenaga Rakyat, dipimpin oleh empat serangkai Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, Kiyai Haji Mansoer, yaitu pusat persiapan kemerdekaan . Khusus untuk bidang Kebudayaan dipimpin oleh Sudjojono dibantu oleh Affandi. Poetera ditiadakan oleh pemerintah Jepang pada tahun 1944. Pergolakan politik dan militer sesudah proklamasi kemerdekaan 1945 tidak menghentikan kegiatan seni lukis. Kebanyakan pelukis dan pemimpin politik percaya bahwa seni lukis dapat berperan dalam perjuangan. Pindahnya pusat pemerintahan dari Jakarta ke Yogyakarta tahun 1946 diikuti oleh hijrahnya para pelukis , dan Yogyakarta mejadai pusat kegiatan seni lukis.
POPO ISKANDAR, Pelukis, pengajar Seni Rupa IKIP Bandung. Seniman dengan kecendrungan seni lukis abstrak di Bandung. Kelahiran Garut, 17 Desember 1927. Pendidikan Seni Rupa ITB. Bandung tahun 1954‑1958.    Banyak mengadakan pameran baik dalam maupun luar negeri. Mendapat berbagai penghargaan seni atas karya‑karyanya. Gaya Seni : Pelukis ini tetap bertolak pada pengalaman liris akan alam dan kehidupan dan tetap mempertahankan hubungan dengan onjek‑objek tertentu dalam alam; pantai, sepotomg pemandangan, bunga, kucing, pohon bambu. Namun, sesudah  1970 ia mengungkapkan pengalaman lirisnya dengan sesedikit mungkin alat ekspresi ( sesedikit mungkin warna, garis dan sebagainya). Maka pohon‑pohon bambu menjadi garis‑garis lengkung putih di atas bidang putih.
POST-EKSPRESIONISME, faham seni di Eropah, Sekitar tahun 1925, dalam suatu buku yang bernama 'Post ‑Expresionism' (Nach‑expressionismus). Franz Roh mengusulkan nama baru bagi "Realisme‑magis" suatu variasi dari pekerjaan "semi‑naturalistis" yang disebut  sebagai "objektivitas baru" pada suatu pameran  di Mannheim pada tahun yang sama.  Menurut Lynton yang menulis tentang ekpresionisme dalam buku Konsep‑Konsep Seni Moderen (Stangos) sangat sulit untuk menarik suatu garis bahwa mereka itu adalah suatu kelompok , tetapi yang jelas karya‑karya yang dipamerkan itu kembali ke Realisme (Realisme sosial) untuk menggambarkan dan mengkritik kekejaman perang dunia pertama dan kebobrokan di Eropah.
PTPI (Pusat Tenaga Pelukis Indonesia).Pada tahun 1945, Djajengasmoro dan beberapa temannya seperti  Sindusisworo, Indro Sugondo dan Prawito, membentuk Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI). Mereka membuat lukisan perjuangan, poster‑poster dan spanduk dengan keyakinan bahwa "cat, pensil dan kertas akan bersama‑sama peluru‑pelor dan kata‑kata diplomasi mengusir sisa‑sisa penjajahan"  )
PURISME, Istilah "pure" dalam bahasa Inggris artinya adalah "murni", Jadi "purism" adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk gerakan pemurnian, paling tidak bagi seniman pasca Kubusisme sekitar tahun 1918, yang di prakarsai oleh dua orang pelukis dan arsitek Amadeo Ozenfant (1886‑  ), dan Le Corbusier ( 1887‑  ). Gerakan ini reaksi atas ketelitian Kubusisme yang berlebihan dan perlu dimurnikan lagi. Para seniman ini melihat kekurangan dari aliran Kubusisme  yang mereka anggap jatuh kepada pelukisan yang bersifat dekoratif. Sebenarnya mereka menginginkan seni  abstrak yang terarah sesuai dengan versi mereka sendiri,  bukan seperti yang dihasilkan oleh kubusisisme. Konsep Purisme dapat kita temukan dalam pernyatannya "Apress le  Cubisme" yang diterbitkan tahun 1918. Faham Purisme ini kurang berkembang pada seni murni , khususnya dalam seni lukis, tetapi dapat diterima di bidang desain , di antaranya dalam bidang arsitektur. Le Corbusier sebagai seorang pematung, pelukis yang kemudian memasuki bidang arsitektur , karyanya  yang terkenal Savoya House, adalah penerapan prinsip Purisme ini dan suatu cara baru dalam mendesain rumah tinggal. Savoya House merupakan  rancangan yang terdiri dari kesatuan bidang‑bidang datar dan melengkung, ruang terbuka (open space) dan ruang tertutup (closed space)  yang secara keseluruhan bersifat  kepatungan  (scluptural), yang ditentukan oleh garis‑garis bersih yang tajam. Penerapan teori Purisme lebih nampak pada karya‑karya keruangan (yang bersifat ruang) seperti patung, arsitektur. Salah seorang seniman yang menggunakan teori ini adalah Constantin Brancusi ( 1876‑1957), pematung Rumania . Karyanya " Burung di udara" (1925), "Patung buat si Buta" (1924) adalah karya‑karya Purismenya yang dibuat berdasarkan konsep bentuk dan ruang yang memurnikan unsur‑unsur alami ke bentuk abstraksi. Brancusi  mereduksi bentuk alami sehingga tercapai bentuk murni yang tidak lain dari pada penyederhanaan bentuk  sehingga tercapai bentuk‑bentuk  dan ruang geometris yang bermula dari bentuk alam. Sedangkan "Patung buat si buta", adalah karyanya yang harus dipegang, diraba dan dirasakan permukaannya. Karya‑karya Brancusi terkenal karena orisinalitas yang dimilikinya, suatu penemuan baru dalam seni patung dalam memurnikan bentuk‑bentuk alami sehingga tercipta seni patung moderen. Ciri khas dari bentuk patung Brancusi adalah dalam  aliran (flow) keruangan yang  tidak terputus dari patung yang diciptakannya.
PUTU NGURAH WARDHANA, Pelukis. Kelahiran Singaraja, 19 Juli 1933. Berdomisili di Br.Kepisah, Denpasar. Pendidikan 1958 Kursus B.I Menggambar di Madiun, IKIP seni Rupa Madiun 1971. Banyak mengadakan pameran baik dalam maupun luar negeri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar