Label

Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis hal blog ini

Jumat, 30 September 2011

L

Glosari (Daftar Istilah)

Labile;limbung
Langkan,balustrade;

Lantang,vivid (colour),

Las,welding,
Latar belakang,backround;
Layout;atak
Layout; mengatak
Lengkapan,asesoris
Level;aras
Lift;lihat elevator
Light‑dark;lindap
Light‑sensitive;peka cahaya
Line engraving; klise garis
Line;garis
Lithography;cetak batu;litografi
Local colour;warna diri


Lambang (symbols)- yaitu imaji visual yang mewakili atau menghadirkan hal lain. Contoh, sebuah kata adalah sebuah lambang yang mewakili hal lain dari pada kata itu. Bendera misalnya mewakili sebuah negara, adalah sebuah simbol.
Latar belakang (background)- adalah bagian dari bidang gambar (picture plane) yang terlihat paling jauh dari pengamatan mata umumnya, biasanya ada pada bagian atas dari sebuah imaji (gambaran)
Latar depan (foreground)- adalah bagian dari bidang gambar (picture plane) yang terlihat paling dekat dari pengamatan mata umumnya, biasanya ada pada bagian bawah dari sebuah imaji (gambaran)
Loom, (alat tenun)- yaitu mesin atau bingkai untuk menenun.
Lukisan benda mati (still life) – adalah sebuah lukisan, atau gambar, potret, atau karya seni lainnya yang menunjukkan sebuah susunan/aransir benda-benda mati.

Indeks Pelaku Seni Indonesia (Indonesian Art & Artist)
LEMBAGA KEBUDAYAAN NASIONAL (LKN). Oleh persaingan pengaruh, terutama sesudah Manifesto politik 1959, banyak partai politik terdorong untuk membentuk lembaga kebudayaan , misalnya  Partai Nasional Indonesia (PNI) membentuk Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN).
LEMBAGA KEBUDAYAAN RAKYAT (LEKRA) yang didirikan tahun 1950 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), sebuah partai yang semakin kuat dan luas pengaruhnya di Indonesia selama masa 1950‑1965.
LEMBAGA PENDIDIKAN SENI RUPA : Lembaga pendidikan Seni Rupa yang formil, yang menyelenggarakan pendidikan seni lukis, baru tumbuh menjelang tahun 1950. Diantaranya Asri, dan  Seni Rupa ITB.

LEMBAGA SENIMAN, Perkumpulan pelukis  sebelum tahun 1950 di Jakarta; Yin Hua ,1955, Lee Man Fong.



LIAN SAHARpelukis. Kelahiran Aceh pada tahun 1932. Belajar di ASRI Yogyakarta dan Institut Teknologi Bandung Bandung. Pernah mendapat bimbingan dari  Sri Murtono,  Abdul Salam, Saptohudoyo, Edi Karta Subarna, A.Sadali Mochtar Apin. Banyak mengadakan pameran baik dalam maupun luar negeri. LIRYSISME, LIRIK, IRAMA JIWA,  suatu gaya seni yang lahir dari ungkapan emosi dan perasaan pelukis di Indonesia sekitar tahun 1960‑an. Seni lukis pada masa ini, sekalipun bermacam‑macam coraknya, disatukan oleh suatu ciri, yaitu "lirysisime". Semua itu merupakan ungkapan emosi dan perasaan pelukis dalam mengalami dunia. Sebuah lukisan merupakan bidang ekpresif, tempat seorang pelukis seakan‑akan memproyeksikan emosi dan getaran perasaannya, merekam kehidupan jiwanya. Bidang lukisan demikian itu dipandang sebagai dunia imajinasi yang memiliki kodrat sendiri, dunia imajiner ataupun "irreal".Dunia yang tampil pada bidang lukisan itu tidak menyambung dan tidak pula merupakan salinan dari dunia nyata‑kongkrit dimana kita, penanggap lukisan berada. Ia hadir dalam ruang "maya'. Seakan‑akan hendak memperkuat sifatnya yang imajiner itulah maka lukisan dibatasi bingkai, "mengucilkan"diri di dinding. Dengan begitulah ia menyajikan rupa yang bukan gambaran benda‑benda yang kita kenal sekitar kita, melainkan dunia imajinasi, yang dalam lingkungan pigura itu dipandang sebagai penjelmaan perasaan dan batin pelukis dalam mengalami alam dan dunia nyata. Sebuah lukisan ialah dunia imajinasi, dunia liris. Didalamnya pengalaman emosi mengalami penyaringan dan penjelmaan. Akan tetapi , pada masa ini, kita patut mencatat lain yang berlawanan dengan lirisisime itu pada sejumlah seniman muda. Gejala ini tampak sesudah 1970. Anti lirisisme itu pada sejumlah seniman muda.  Anti lirisisme ini terwujud dalam dua macam kecendrungan. Dalam macam yang pertama, asosiasi dengan alam dan hidup juga emosi disingkirkan. Tentu terdapat juga perasaan disini, yakni akan rupa atau dalam hal ini: perasaan akan tertib matematis, akan rasionalitas dalam rupa. Lukisan menjadi susunan dua atau tiga macam bentuk geometris sederhana yang diulang dan disususn mengikuti suatu aturam matematis. Ini tampak pada lukisan‑lukisan B.Munni Ardhi, Harsono, Nanik Mirna pada tahun 1970‑1973. Dalm hal lain, melukis ialah meneliti, menganalisa, mengukur dan menghitung, dalam rangka mencari dan menimbulkan gejala optis dalam struktur yang bersistem, seperti pada lukisan‑lukisan Anyool Subroto dan Sugeng Santosa. 

LUCIA HARTINI, Pelukis muda generasi 80‑an Indonesia, khususnya mashab Yogyakarta, dengan gaya surealime barunya. Hal ini terjadi akibat pertemuan antara dasar berfikir yang muskil, absurd dan mimpi seperti yang ada dalam dunia fikir Indonesia lama dengan surealisme Barat, melahirkan surealisme para pelukis muda di Indonesia, khususnya di Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar